Keluar

Keluar

Keluar

Please Login

Lupa sandi ?

Login

The School Of Future Leader

Kata Guru

IT Sanmar19 June 20171401 click

Bhineka Tunggal Ika
Buta Budaya, Buta Identitas
Oleh : Bernarda Prihartanti, S.Pd*

“Pendidikan bukanlah proses alienasi seseorang dari lingkungannya
atau dari potensi alamiah dan bakat bawaannya,
melainkan proses pemberdayaan potensi dasar yang alamiah
bawaan untuk menjadi benar-benar aktual
secara positif bagi dirinya dan sesamanya.”

(Butet Manurung, Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba)

Sokola Rimba adalah judul sebuah film adaptasi dari buku aslinya dengan judul yang sama. Dalam film tersebut diceritakan tentang tokoh utama yaitu Butet Manurung yang b
erjuang mengajarkan mambaca dan menulis kepada anak-anak Rimba atau yang dikenal sebagai Suku Anak Dalam di wilayah pegunungan Bukit Duabelas, Jambi.

Butet adalah seorang ahli Antropologi yang awalnya dia bekerja di salah satu organisasi yang fokus terhadap masalah konservasi hutan di wilayah Sumatera. Sebagai seorang ahli antropologi, Butet sudah terbiasa hidup membaur dengan masyarkat yang ditelitinya, ketika hidup bersama orang Rimba inilah ia tergerak hatinya untuk membantu suku tersebut. Kehidupan orang
TantiRimba mulai terancam dengan masuknya perkebunan-perkebunan kelapa sawit di wilayah mereka. Orang-orang Rimba tidak dapat membaca dan menulis, maka mereka mudah dikelabuhi. Dengan bayaran gula, kopi, dan kain mereka membubuhkan cap jari di kertas yang sama sekali tidak mereka pahami. Bertolak dari pengalaman itu, maka Butet bertekad untuk membantu orang-orang rimba dengan cara memelekkan kebutaan mereka terhadap baca tulis. Untuk mewujudkan niatnya banyak  rintangan yang harus ia hadapi. Baik dari luar maupun dari dalam orang Rimba itu sendiri. Berkat usaha dan kerja kerasnya, ia akhirnya bisa mengajarkan baca tulis dan berhitung bagi anak-anak Rimba. Tujuan Butet ialah melepaskan orang-orang Rimba dari ketidaktahuan mereka akan apa yang mereka hadapi dan mengajarkan bahwa pendidikan bukan alat pembebasan yang dapat mengubah tatanan adat budaya masyarakat setempat.

Dari kisah tersebut kita dapat mengaitkan dan melihat manfaat dari pembelajaran Antropologi  bagi masyarakat. Antropologi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang manusia dan budayanya. Mengapa kebudayaan manusia harus dipelajari? Tentunya karena manusia tidak bisa dipisahkan dari budaya yang diciptakan oleh manusia itu sendiri. Dari film Sokola Rimba kita dapat belajar bagaimana Butet Manurung bisa membantu masyarakat suku Anak Dalam dalam menghadapi ancaman terhadap tanah leluhur mereka.
 
Di sini Butet menggunakan pendekatan antropologis agar mampu memahami permasalahan yang mereka hadapi. Satu-satunya jalan untuk mencapai hal tersebut ialah melalui pendidikan, tetapi bagi orang Rimba pendidikan merupakan hal yang dapat mengancam keberadaan budaya lokal mereka. Dibuatlah format pendidikan non formal yang mampu melepaskan mereka dari buta huruf tanpa harus tercerabut dari akar budayanya. Oleh karena itu, Sokola Rimba menjadi pendidikan alternatif bagi orang Rimba.

Belajar budaya pada era globalisasi ini menjadi sangat penting karena dengan memahami budaya kita sendiri, maka kita akan mampu mempertahankannya. Saat ini kita sedang memghadapi arus globalisasi sangat kuat, sudah banyak budaya kita yang tergerus sebagai akibat ketidakmampuan kita dalam menghadapi hantaman arus globalisasi itu. Generasi saat ini yang disebut juga sebagai i-Generation atau Generasi Millenial adalah golongan yang paling banyak menghadapi arus perubahan sosial dan tatanan budaya zaman. Mereka adalah generasi yang diakui sebagai generasi yang melek teknologi, mengerti dengan cepat perkembangan teknologi informasi. Jika tidak diarahkan dan dimanfaatkan dengan benar, maka akan terjadi banyak penyimpangan, tetapi jika hal ini mampu kita manfaatkan maka kecerdasan teknologi generasi millenial ini akan menjadi senjata dalam menghadapi ancaman arus globalisasi. Seperti orang Rimba yang harus menerima pendidikan dalam tatanan adat budaya mereka, tetapi tidak menghilangkan kearifan lokal mereka sebagai orang Rimba. Sebaliknya, pendidikan dimanfaatkan sebagai alat pembuka ketidakmampuan mereka dalam menghadapi arus budaya luar yang masuk.

Nah, belajar Antropologi bukan hanya untuk siswa jurusan bahasa atau hanya sebatas teori tentang kehidupan manusia dan budayanya. Tanpa kita sadari Antropologi sudah teraplikasi dalam kehidupan kita sehari-hari, misalnya ketika kita belajar memahami orang lain yang berbeda budaya, atau ketika kita berbicara tentang kebiasaan atau tradisi. Jadi, sebagai generasi yang cerdas kita diharapkan mampu menyaring berbagai budaya yang masuk dengan cara mengambil hal-hal positif yang dapat dijadikan senjata dalam menghadapi ancaman globalisasi yang akan datang. Pilihan bagi kita, apakah terus berusaha menemukan identitas diri di era keterbukaan ini atau hanyut terbawa arus budaya luar yang masuk?
(*Penulis Guru Antropologi SMA Santa Maria)

Komentar :

Maaf belum ada komentar

Input Comment :

Nama
Email
Komentar Maks: 500 karakter
Very Happy Smile Sad Surprised Shocked Confused Cool Laughing Mad Razz
Embarassed Crying Evil or Very Mad Twisted Evil Rolling Eyes Wink Exclamation Question Idea Hammer
 

« Apr 2024 »
M S S R K J S
31 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13
14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27
28 29 30 1 2 3 4
5 6 7 8 9 10 11